58 langkah APN.
1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk
mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½
ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah
dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan
klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik,
meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin
meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk
meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan
pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi
nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60
menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu,
jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm,
memasang handuk bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah
lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong
ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk
melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain bersih dan kering,
ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang
lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang
kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara
bertahap melewati introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa
steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala
kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis
dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu
belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk
menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung
kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah
(selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk
basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10
unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan
aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem
kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal
(ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2
klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan
simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan
kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah
doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan
penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya
dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta
terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan
arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan
lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta
dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta
dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri
dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar
4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan
kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah
lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes
mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha
kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit
selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam
kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%
untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di
dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa
cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian
bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5%
melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam
larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.
Jumat, 22 Januari 2016
Senin, 11 Januari 2016
KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Ovum yang telah dibuahi (blastosis)
secara normal akan melakukan implantasi pada lapisan endometrium di dalam kavum
uteri. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri.
Sekitar 2 daro 100 kehamilan di Amerika. Serikat merupakan kehamilan ektopik,
dan sekitar 95% pada tuba falopii. Bentuk lain dari kehamilan ektopik yaitu
kehamilan servikal, kehamilan ovarial dan kehamilan abdominal.
Di Amerika serikat terjadi
peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada 2 dekade terakhir dan merupakan
penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama kehamilan. Pada tahun
1970 melaporkan kejadian kehamilan ektopik sebesar 17.800 kasus pada tahun 1992
meningkat menjadi 108.800 kasus. Namun angka kematian menurun dari 35,5
kematian per 10.000 kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus
pada tahun 1992.
Peningkatan kehamilan ektopik
mungkin disebabkan oleh insiden peningkatan factor resiko seperti penyakit
menular seksual dan penyakit tuba. Permasalahan yang sering muncul adalah upaya
diagnosis sangat tergantung dari belum atau sudah terganggunya kehamilan
ektopik serta perdarahan pada kehamilan muda disertai syok dan anemia namun
tidak disertai dengan jumlah perdarahan yang keluar.
B. Tujuan
1.
Untuk mengetahui definisi kehamilan ektopik
2.
Untuk mengetahui klasifikasi kehamilan ektopik
3.
Untuk mengetahui tanda
gejala kehamilan ektopik terganggu
4.
Untuk mengetahui etiologi kehamilan ektopik
5.
Untuk mengetahui dampak kehamilan ektopik bagi ibu dan janin
6.
Untuk mengetahui patofisiologi kehamilan ektopik
7.
Untuk mengetahui bagan WOC kehamilan ektopik
8.
Untuk mengetahui penatalaksanaan kehamilan ektopik
C.
Manfaat
Manfaat Laporan ini
adalah sebagai berikut :
1.
Bagi Kami, makalah ini merupakan salah satu tugas matakuliah Asuhan Kebidanan
kegawat daruratan Maternal dan Neonatal untuk memperoleh nilai tugas.
2.
Bagi teman sejawat, makalah ini diharapkan
dapat berfungsi sebagai bahan bacaan terutama tentang kegawat daruratan
maternal dan neonatal
3.
Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok.
4.
Bagi para bidan maupun calon bidan (mahasiswi kebidanan), makalah ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana mengatasi
kegawat daruratan maternal dan neonatal
utamanya dalam kasus kehamilan ektopik terganggu.
BAB
2
Tinjauan
Pustaka
I.
Defenisi
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan
dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri.
Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi dituba uterina. Kehamilan ektopik dapat
terjadi abortus atau rupture apabila massa kehamilan berkembang melebihi
kapasitas ruang imlantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik ialah kehamilan
ditempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam kavum uteri.
Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya di dalam tuba, ovarium
atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar
biasa misalnya dalam cervix, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk
rudimenter rahim. (Sarwono 2013)
II.
Klasifikasi kehamilan
ektopik terganggu
Kehamilan
ektopik dibedakan menjadi 4, yaitu:
(Sarwono 2008)
1. Kehamilan
tuba
Fertilisasi
dapat terjadi dibagian mana saja di tuba falopii, sekitar 55% terjadi
diampulla, 25% di ismus, 17% di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa di tuba
falopii tipis, memungkinkan ovum yang telah diuah dapat segera menembus sampai
epitel, sigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas
berproliferasi dengan cepat dan mengivasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan,
pembuluhan darah ibu terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara
trofoblas, atau antara tofoblas dan jaringan dibawahnya. Dinding tuba yang
menjadi tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan rendah terhadap invasi
trofoblas. Embrio atau janin pada kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan
atau tidak berkembang.
Sebab-sebab
kehamilan tuba ialah:
·
Hal-hal yang
mempersulit perjalanan telur ke cavum uteri seperti salpingitis chronica,
kelainan kongenital tuba, tumor yang menekan tuba, dan perlekatan tuba.
·
Tuba yang terlalu
panjang seperti pada hypoplasia uteri
·
Hal yang memudahkan
nidasi seperti adanya endometrium yang ektopik didalam tuba (namun sangat
jarang)
Kadang-kadang
malahan nidasi terjadi pada fimbria. Dari bentuk diatas secara sekunder dapat
terjadi kehamilan tubo-abdominal, tubo-ovarial atau kehamilan dalam ligamentum
latum. Kehamilan paling sering terjadi di dalam ampulla tubae. Implantasi telur
dapat bersifat columer ialah pada puncak lipatan selaput tuba atau
intercolumner ialah antara lipatan selaput ledir.
Setelah
telur menembus epitel, maka pada implantasi intercolumner telur masuk ke dalam
lapisan otot tuba karena tidak desidua, pada implantasi columner telur terletak
dalam lipatan selaput lendir.
Walaupun
kehamilan terjadi diluar rahim, rahim membesar juga karena hypertrofi dari
otot-ototnya disebabkan pengaru hormon-hormon yang dihasilkan trofoblas, begitu
pula endometriumnya berubah mmenjadi desidua vera.
Perkembangan
kehamilan tuba: kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan,
biasanya berakhir pada mingu ke6 hingga minggu ke 12, yang paling sering antara
miggu ke6 sampai minggu ke8.
2. Kehamilan
interstisiil
Implantasi
telur terjadi dalam pars interstitialis tube. Karena lapisan myometriu disini
leih tebal maka ruptur terjadi leih lambat kira-kira pada buan ke 3 atau ke 4.
Jika terjadi ruptur maka akan meyebabkan perdarahan hebat karena tempat ini
banyak pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan
kematian.
3. Kehamilan
abdominal
Menurut
perpustakaan kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira 1 diantara 1500
kehamilan. Kehamilan abdominal dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a. Kehamilan
abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga
perut.
b. Kehamilan
abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah ruptur baru menjadi
kehamilan abdominal.
Kebanyakan
kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka biasanya plasenta
terdapat pada daerah tub, permukaan belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun
ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang
terjadi yang lazim ialah bahwajanin mati sebelum tercapai maturnitas (bulan ke
5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.Untuk janin yang sampai cukup bulan, prognosanya kurang baik banyak
yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan bahwa banyak kelainan
kongenital.
Jika
kehamilan sampai terjadi aterm, maka akan timbul his artinya pasien akan merasa
nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Tetapi jika diperiksa
secara telit, tumor yang mengandung anak tidak mengeras. Pada pemeriksaan dala
ternyata tidak pembesaran pembukaan mungkin hanay 1-2 jari dan cervix tidak
merata, jika jari pemeriksa masuk kedalam cavum uteri maka teraba cavum uterus
yang kosong. Jika pada keadaan ini tdak segera di tolong dengan laparotomi maka
anak akhirnya akan meninggal.
4. Kehamilan
ovarial
Jarang
terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda. Untuk mediagnosia
kehamilan ovarialharus dipenuhi krteria dari spiegelberg.
5. Kehamilan
cervical
Kehamilan
jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan
tumbuhnya telur, cervix menggembung. Kehamilan cervix biasanya berakhir pada
kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memakasa keguguran.
Plasenta
sukar dilepaskan dan pelepasn plasenta menimbulkan perdaraha hebat hingga
cervix perlu ditampon atau kalau ini tidak menolong dilakukan hysterektomi.
III.
Tanda dan Gejala
Tanda gejalanya sangatlah
bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya kehamilan tersebut. alat
terpenting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ketopik yang pecah
adalah tes kehamilan dari serum dikombanasi dengan ultrasonografi. Jika
diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai penanganan.
Kehamilan
ektopik
|
Kehamilan
ektopik terganggu
|
·
Gejala kehamilan awala (flek atau
perdarahan yang ireguler, mual, pembesaran payudara, perubahan warna pada
vagina dan serviks, perlunakan serviks, pembesaran uterus, frekuensi buang
air kecil yang meningkat.
·
Nyeri pada abdomen dan pelvis
|
·
Kolaps dan kelelahan
·
Denyut nadi cepat dan lemah
(110x/menit atau lebih)
·
Hipotensi
·
Hipovolemia
·
Abdomen akut dan nyeri pelvis
·
Distensi abdomen
·
Nyeri lepas
·
Pucat
|
Gambaran
klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenora, nyeri abdomen bagan
bawah dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umunya mendahului keluhan
perdarahan pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan
dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya
darah di rongga abdomen. Adanya darah di rongga perut menyebabkann iritasi
subdafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu dan kadang terjadi sinkop.
Periode amenorea umunya 6-8 minggu, tetapi dapat lebih jika implantasi terjadi
di pars interstisial atau kehamilan abdominal. Pemeriksaan klinik ditandai
dengan hipotensi bahkan sampai syok, takikardi dan gejala peritonism seperti
distensi abdomen dan rebound tenderness.
Pada
pemeriksaan bimanual ditemukan nyeri saat porsio digerakan, forniks posterior
vagina menonjol karena darah terkumpul di cavum douglas atau teraba massa
disalah satu sisi uterus.
Gejala klinik
subakut
Setelah
fase amenorea yang singkat, pasien mengeluh adanya perdarhaan pervaginam dan
nyei perut bagian bawah yang berulang. Diagnosa kehamilan ektopik subakut akan
sulit untuk ditegakan kaena keadaan tersebut kadang sulit dibedakan dengan
abortus iminens atau abortus inkomplit, salpingitis akut atau apendisitis dan
kista ovarium yang mengalami pecah dan perdarahan.
Kadar
HB akan turun karena peradarahan di rongga abdomen, tetapi kadar leokosit
umunya normal atau sedikit meningkat. Hasil negatif pada pengukuran HCG akan
menyingkirkan kehamilan ektopikdengan spesifisitas lebih 99%. Pengukuran HCG
bersamaan dengan pemeriksaan USG dapat membantu untuk membedakan abortus dan
kehamilan ektopik.
IV.
Etiologi / Faktor
Penyebab
Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak
disebutkan karena secara patofisiologi mudah di mengerti sesuai dengan proses
awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum
uteri atau di luar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan
demikian, factor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi
embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Factor-faktor
yang di sebutkan sebagai berikut :
· Factor Tuba
Adanya
peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu.
Keadaan
uterus yang mengalami hypoplasia dan slauran tuba yang berkelok-kelok panjang
dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada
keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya
kehamilan ektopik.
Factor
tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran
tuba yang bersifat konginental.
Adanya
tumor di sekitsr sluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan
perubahan bentuk dan potensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan
ektopik.
· Faktor abnormalitas
dari zigot
Apabila
tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat
dalam perjalanan pada sat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran
tuba.
· Factor ovarium
Bila
ovarium memproduksi ovum dan di tangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat
membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan
terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
· Factor hormonal
Pada
akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan
tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik.
· Factor lain
Termasuk
di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat
timbul pada endometrium dan endosapling dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik. Factor umur penderita yang suidah menua dan factor perokok juga sering
di hubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.
V.
Dampak / Komplikasi
bagi ibu dan janin
Komplikasi potensial yang mungkin
terjadi dan biasanya terjadi adalah ruptur tuba. Aksi erosif dari trofoblas
dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak, ruptur mungkin paling
sering terjadi bila kehamilan berimplantasi pada pars ismikus tuba yang sempit.
Ekspulsi hasil gestasi dari pars ampularis tuba ke cavum peritoneum disebut
abortus tuba. Keadaan ini dapat menimbulkan hematokel pelvis. Reaksi peradangan
lokal dan infeksi sekunder dapat perkembangan dalam jaringan yang berdekatan
dengan bekuan darah yang berkumpul.
Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat mempengaruhi oksigenasi pada bayi
(hipoksia) bahkan dapat menyebabkan kematian bayi.
VI.
Patofisiologi
Pada
awal proses kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk
proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan
mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba
bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuha embrio atau mudigah, maka
pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
· Hasil konsepsi mati
dini dan diresorbsi.
Pada
implanttasi secara kolumner, ovum yang di buahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita
tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
·
Abortus
ke dalam lumen tuba. ( abortus tubaria )
Perdarahan
yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili koriales pada
dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding
tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat
terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya di keluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian di dorong oleh darah ke arah ostium tuba pars
abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang
di buahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars
ampularis., sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kea rah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini di
sebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti
lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus
dengan lumen sempit.
Pada
pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi
mola kruenta. Perdarahan yang berlansung terus menyebabkan tuba membesar dan
kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan
membentuk hematokel retrouterina.
· Rupture dinding tuba.
Rupture
tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan rupture ialah
penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus
dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga
perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.
Bila
pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam
hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah
karenatekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah
ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada
rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarhan terjadi tanpa hasil konsepsi di keluarkan dari
tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh
dalam keadaan anemia atau syok eleh karena hemoragia. Darah tertampung pada
rongga perut akan mengalir ke kavum Douglasi yang makin lama makin banyak dan
akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi dan
tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang
di derita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat
diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat di ubah menjadi litopedion.
Janin
yang di keluarkan dari tuba dengan masih di selubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga akan terjadi kehamilan sekunder abnormal. Untuk mencukupi kebutuhan
makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan
sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan
usus.
VII.
Bagan / pohon masalah
(Web Of Caution)
VIII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
yang dilakukan harus dengan kolaborasi oleh dokter Obgyn. Kewenangan bidan
hanya pada:
1. Mendiagnosa
secara dini kehamilan ektopik
2. Melakukan stabilisasi keadaan umum ibu
3. Melakukan KIE kepada ibu dan keluarga mengenai KET
4. Inform consent MRS
5. Persiapan laparotomi ataupun tindakan yang diperlukan
lainnya.
6. Konseling
pasca tindakan
- Kelanjutan fungsi
reproduksi
- Risiko hamil ektopik
ulangan
- Kontrasepsi yang
sesuai
- Asuhan mandiri selama
di rumah
- Jadual kunjungan
ulang
Tindakan
yang akan diambil oleh seorang dokter juga berdasar atas beberapa hal, yaitu:
a.
Usia ibu
b.
Paritas
c.
Banyaknya anak
d.
Usia anak yang
hidup
Tindakan
yang mungkin dilakukan oleh seorang dokter berupa pembedahan , yaitu:
1. Laparootomi
Tindakan
ini dilakukan untuk pertolongan pada rupture tuba. Hal ini dengan cara salpingotomi.
Hal ini dilakukan jika hasil konsepsi masih berada di tuba, masih memungkinkan
untuk mempertahankan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi dan melakukan
rekontruksi tuba. Hal ini terutama dilakukan bila tuba kontralateral rusak atau
tidak. Sekitar 6% kasus membutuhkan pembedahan ulang atau pengobatan bila
jaringan trofoblas masih tertinggal.
2. Laparoektomi
Tindakan
ini dilakukan dengan cara mengangkat tuba falopii yang sudah rupture ataupun
abortus tuba. Hal ini dilakukan jika usia ibu sudah >40 tahun, paritas sudah
banyak, usia anak dan banyak anak cukup. Pembedahan ini dilakukan jika tuba
mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateran baik. Jka implantasi terjadi
di pars instertisial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu uterus.
Kesempatan
hamil intrauterine untuk kedua tindakan tersebut menunjukan angka yang sama,
walapun resiko kehamilan berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi.
Salpingektomi merupakan pilihan terutama bila tuba rupture, mengurangi
perdarahan, dan operasi lebih singkat. Kedua tindakan tersebut dapat dilakukan
laparotomi ataupun laparoskopi.
Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu:
1.
Setelah diagnosis
ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
2.
Ketersediaan darah
pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber
perdarahan harus segera di hentikan.
3.
Upaya stabilisasi
dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS
atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama ) atau 2 L dalam 2 jam pertama (
termasuk selama tindakan berlangsung )
4.
Bila darah pengganti
belum tersedia, berikan autotransfusion
berikut ini :
-
Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat pengisap dan
wadah penampung yang steril.
-
Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukkan kedalam kantung
darah ( blood bag ). Apabila kantung darah tidak tersedia, masukkan dalam botol
bekas cairan infus ( yang baru terpakai dan bersih ) dengan di berikan larutan
sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
-
transfusikan darah melalui slang tranfusi yang mempunyai saringan pada bagian
tabung tetesan.
5.
Tindakan pada tuba
dapat berupa :
-Parsial
salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil
konsepsi.
-
Salpingektomi ( hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut
merupakan salah satu yang masih ada ) yaitu menhgeluarkan hasil konsepsi pada
satu segman tuba kemudian di ikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko
tindakan ini adalah control perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi (
hamil ektopik ulangan )
6. Mengingat
kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di
sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri antibiotika
kombinasi atau tunggal dengan spectrum yang luas.
7. Untuk
kendali nyeri pasca tindakan dapat di berikan :
- Ketoprofen 100 mg
supositoria
- Tramadol 200 mg IV
- Pethidin 50 mg IV (
siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas ).
8. Atasi
anemia dengan tablet besi ( SF ) 600 mg per hari.
9. Konseling
pasca tindakan
- Kelanjutan fungsi
reproduksi
- Risiko hamil ektopik
ulangan
- Kontrasepsi yang
sesuai
- Asuhan mandiri selama
di rumah
- Jadwal kunjungan ulang
BAB 3
KONSEP
ASKEB TEORI
A. Data
Subjektif
1. Biodata (usia ibu tidak boleh hamil atau melahirkan usia >
40 tahun )
2. Keluhan
utama
Ibu amenorea 6 minggu,
tiba-tiba dari kemaluan mengeluarkan darah sedikit, ada nyeri perut.
3. Riwayat
penyakit
Pada ibu dengan gonore
menyebabkan infeksi dapat naik ke tuba falopii sehingga menyebabkan salpingitis
akut hal ini menyebabkan perlekatan tuba.
4. Riwayat
menstruasi
Siklus haid normal yang
terakhir kemungkinan besar terjadi 6 minggu sebelum mulai timbul nyeri perut
dan bercak darah pervaginam.
5. Riwayat
obstetri
Ibu pernah mengalami
kehamilan ektopik pada kehamilan sebelumnya,
paritas, usia anak, banyak anak hidup
6. Riwayat
KB
Ibu merupakan akseptor
pil KB progesteron sehingga mengakibatkan gerakan tuba melambat.
B. Data
Objektif
Keadaan
umum: lemah
Kesadaran
: Apatis (kesadaran menurun)
TTV
: TD : < 90 / 60 mmHg ( hipotensi )
N
: > 120 x/ menit (takikardi)
S
: 36,5 – 37,5 ° C
Rr : 16-20 x/ menit
Wajah
: Pucat, tidak edema
Mata : konjungtiva pucat, sklera putih
Mulut : bibir pucat, kering, stomatitis -, caries
gigi –
Leher : tidak ada perbesran vena jugularis, tidak
ada pembengkakan kelenjar limfe dan tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid
Dada
: payudara simetris, hiperpigmentasi areola dan papila mamae, retraksi - ,
Pulmo :tidak ada wezing / ronkhi
Kardio : tidak ada gangguan jantung, S1/S2 tunggal
Perut : Adanya distensi abdomen,teraba keras seperti papan,
adanya nyeri tekan dan nyeri lepas
pada perut bagian bawah, bising usus
menurun.
V/V : tidak odema, tidak ada
varises,perdarahan pervaginam sedikit, tidak ada tanda-tanda PMS
VT : Pembukaan 2 jari dan servik
tidak merata, kavum uteri teraba kosong, nyeri goyang pada portio, dan nyeri tekan
pada panggul bagian adneksa, teraba
masa pada cavum douglas.
Laboratorium
: HB : 10 gr ( anemia ringan )
Leukosit : >15.000
LED
HCG : +
USG : adanya gambaran cairan bebas
intraperitonia, cavum uteri tampak kosong,
adanya genangan cairan di cavum douglas.
C. Analisa
Diagnosis
: G...P...hamil, UK...minggu dengan kehamilan ektopik terganggu
Dx
:Ruptura tuba atau abortus tuba, syok hipovolumik.
Masalah:
Anemia resiko kehilangan, nyeri, resiko
infeksi, ansietas, dehidrasi.
D. Penatalaksanaan
1.
Melakukan
konseling kepada ibu mengenai keadaan dan menganjurkan ibu untuk masuk Rumah
Sakit.
2.
Inform consent
kepada ibu untuk dilakukannya tindakan selanjutnya guna mengembalikan
kestabilan keadaan ibu.
3.
Rehidrasi dengan
memasang infuse guna memperbaiki keadaan umum ibu.
4.
Kolaborasi
laboratorium dalam melakukan pemeriksaan darah guna mengetahui kadar hemoglobin
darah ibu.
5. Persiapan laparotomi dengan cara melakukan Konseling
Informasi dan Edukasi tentang proses laparotomi, menstabilkan tanda-tanda vital
ibu serta mengurangi rasa cemas ibu.
Kesimpulan
Kehamilan
Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium
kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi dituba uterina. Kehamilan
ektopik dapat terjadi abortus atau rupture apabila massa kehamilan berkembang
melebihi kapasitas ruang imlantasi. Kehamilan ektopik dibedakan menjadi 4,
yaitu: Kehamilan tuba, Kehamilan interstisiil, Kehamilan abdominal, Kehamilan
ovarial dan Kehamilan cervical. Penyebab kehamilan ektopik sebagai berikut
:Factor Tuba, Faktor abnormalitas dari
zigot, Factor ovarium, Factor hormonal dan Factor lain
Gambaran
klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenora, nyeri abdomen bagan
bawah dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umunya mendahului keluhan
perdarahan pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan
dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya
darah di rongga abdomen. Adanya darah di rongga perut menyebabkann iritasi
subdafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu dan kadang terjadi sinkop.
Komplikasi
potensial yang mungkin terjadi dan biasanya terjadi adalah ruptur tuba dan
abrtus tuba. Penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah melakukan penanganan awal
kemudian auto transfusi dilanjutkan dengan penanganan selanjutnya.
Daftar
Pustaka
Bari Saifuddin Abdul. (2010).Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta .PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Bari Saifuddin Abdul. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.
PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Langganan:
Postingan (Atom)