Jumat, 22 Januari 2016

58 LANGKAH APN

58 langkah APN.

1. Mendengar & Melihat Adanya Tanda Persalinan Kala Dua.
2. Memastikan kelengkapan alat pertolongan persalinan termasuk mematahkan ampul oksitosin & memasukan alat suntik sekali pakai 2½ ml ke dalam wadah partus set.
3. Memakai celemek plastik.
4. Memastikan lengan tidak memakai perhiasan, mencuci tangan dgn sabun & air mengalir.
5. Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yg akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6. Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung tangan, isi dengan oksitosin dan letakan kembali kedalam wadah partus set.
7. Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan vulva ke perineum.
8. Melakukan pemeriksaan dalam – pastikan pembukaan sudah lengkap dan selaput ketuban sudah pecah.
9. Mencelupkan tangan kanan yang bersarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, membuka sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi uterus selesai – pastikan DJJ dalam batas normal (120 – 160 x/menit).
11. Memberi tahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik, meminta ibu untuk meneran saat ada his apabila ibu sudah merasa ingin meneran.
12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk meneran (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13. Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
15. Meletakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5 – 6 cm.
16. Meletakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu
17. Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
19. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih pada perut ibu untuk mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi perineum dngan satu tangan, dibawah kain bersih dan kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum).
20. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi dengan kasa steril kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher janin
21. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar secara spontan.
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Menganjurkan
kepada ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang tangan dan siku sebelah atas.
24. Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin)
25. Melakukan penilaian selintas :
a. Apakah bayi menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan?
b. Apakah bayi bergerak aktif ?
26. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Membiarkan bayi atas perut ibu.
27. Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus.
28. Memberitahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitasin agar uterus berkontraksi baik.
29. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM (intramaskuler) di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin).
30. Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Mendorong isi tali pusat ke arah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31. Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit (lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat diantara 2 klem tersebut.
32. Mengikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
33. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan memasang topi di kepala bayi.
34. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 -10 cm dari vulva
35. Meletakan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegangkan tali pusat.
36. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati kearah doroskrainal. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan mengulangi prosedur.
37. melakukan penegangan dan dorongan dorsokranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso-kranial).
38. Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan), pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putaran searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan mencegah robeknya selaput ketuban.
39. Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras)
40. Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukan kedalam kantong plastik yang tersedia.
41. Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
42. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
43. Membiarkan bayi tetap melakukan kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
44. Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibiotik profilaksis, dan vitamin K1 1 mg intramaskuler di paha kiri anterolateral.
45. Setelah satu jam pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterolateral.
46. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
47. Mengajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
48. Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
49. Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan.
50. Memeriksa kembali bayi untuk memastikan bahwa bayi bernafas dengan baik.
51. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Cuci dan bilas peralatan setelah di dekontaminasi.
52. Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
53. Membersihkan ibu dengan menggunakan air DDT. Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai memakai pakaian bersih dan kering.
54. Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga untuk membantu apabila ibu ingin minum.
55. Dekontaminasi tempat persalinan dengan larutan klorin 0,5%.
56. Membersihkan sarung tangan di dalam larutan klorin 0,5% melepaskan sarung tangan dalam keadaan terbalik dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5%
57. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
58. Melengkapi partograf.

Senin, 11 Januari 2016

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Ovum yang telah dibuahi (blastosis) secara normal akan melakukan implantasi pada lapisan endometrium di dalam kavum uteri. Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri. Sekitar 2 daro 100 kehamilan di Amerika. Serikat merupakan kehamilan ektopik, dan sekitar 95% pada tuba falopii. Bentuk lain dari kehamilan ektopik yaitu kehamilan servikal, kehamilan ovarial dan kehamilan abdominal.
Di Amerika serikat terjadi peningkatan jumlah kehamilan ektopik pada 2 dekade terakhir dan merupakan penyebab kematian ibu terbanyak pada trimester pertama kehamilan. Pada tahun 1970 melaporkan kejadian kehamilan ektopik sebesar 17.800 kasus pada tahun 1992 meningkat menjadi 108.800 kasus. Namun angka kematian menurun dari 35,5 kematian per 10.000 kasus pada tahun 1970 menurun menjadi 2,6 per 10.000 kasus pada tahun 1992.
Peningkatan kehamilan ektopik mungkin disebabkan oleh insiden peningkatan factor resiko seperti penyakit menular seksual dan penyakit tuba. Permasalahan yang sering muncul adalah upaya diagnosis sangat tergantung dari belum atau sudah terganggunya kehamilan ektopik serta perdarahan pada kehamilan muda disertai syok dan anemia namun tidak disertai dengan jumlah perdarahan yang keluar.

B.     Tujuan
1.    Untuk mengetahui definisi kehamilan ektopik
2.    Untuk mengetahui klasifikasi kehamilan ektopik
3.    Untuk mengetahui  tanda gejala kehamilan ektopik terganggu
4.    Untuk mengetahui etiologi kehamilan ektopik
5.    Untuk mengetahui dampak kehamilan ektopik bagi ibu dan janin
6.    Untuk mengetahui patofisiologi kehamilan ektopik
7.    Untuk mengetahui bagan WOC kehamilan ektopik
8.    Untuk mengetahui penatalaksanaan kehamilan ektopik



C.     Manfaat
Manfaat Laporan ini adalah sebagai berikut :
1.    Bagi Kami, makalah ini merupakan salah satu tugas matakuliah Asuhan Kebidanan kegawat daruratan Maternal dan Neonatal untuk memperoleh nilai tugas.
2.    Bagi teman sejawat, makalah ini diharapkan dapat berfungsi sebagai bahan bacaan terutama tentang kegawat daruratan maternal dan neonatal
3.    Makalah ini dapat digunakan sebagai bahan diskusi kelompok.
4.    Bagi para bidan maupun calon bidan (mahasiswi kebidanan), makalah ini dapat memberikan informasi tentang bagaimana mengatasi kegawat daruratan  maternal dan neonatal utamanya dalam kasus kehamilan ektopik terganggu.




BAB 2
Tinjauan Pustaka
I.                   Defenisi
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi dituba uterina. Kehamilan ektopik dapat terjadi abortus atau rupture apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang imlantasi (misalnya: tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik ialah kehamilan ditempat yang luar biasa. Tempat kehamilan yang normal ialah di dalam kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi diluar rahim misalnya di dalam tuba, ovarium atau rongga perut, tetapi dapat juga terjadi di dalam rahim di tempat yang luar biasa misalnya dalam cervix, pars interstitialis tubae atau dalam tanduk rudimenter rahim. (Sarwono 2013)

II.                Klasifikasi kehamilan ektopik terganggu
Kehamilan ektopik dibedakan menjadi 4, yaitu: (Sarwono 2008)
1.      Kehamilan tuba
Fertilisasi dapat terjadi dibagian mana saja di tuba falopii, sekitar 55% terjadi diampulla, 25% di ismus, 17% di fimbria. Oleh karena lapisan submukosa di tuba falopii tipis, memungkinkan ovum yang telah diuah dapat segera menembus sampai epitel, sigot akan segera tertanam di lapisan muskuler. Trofoblas berproliferasi dengan cepat dan mengivasi daerah sekitarnya. Secara bersamaan, pembuluhan darah ibu terbuka menyebabkan terjadi perdarahan di ruang antara trofoblas, atau antara tofoblas dan jaringan dibawahnya. Dinding tuba yang menjadi tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan rendah terhadap invasi trofoblas. Embrio atau janin pada kehamilan ektopik seringkali tidak ditemukan atau tidak berkembang.
Sebab-sebab kehamilan tuba ialah:
·         Hal-hal yang mempersulit perjalanan telur ke cavum uteri seperti salpingitis chronica, kelainan kongenital tuba, tumor yang menekan tuba, dan perlekatan tuba.
·         Tuba yang terlalu panjang seperti pada hypoplasia uteri
·         Hal yang memudahkan nidasi seperti adanya endometrium yang ektopik didalam tuba (namun sangat jarang)
Kadang-kadang malahan nidasi terjadi pada fimbria. Dari bentuk diatas secara sekunder dapat terjadi kehamilan tubo-abdominal, tubo-ovarial atau kehamilan dalam ligamentum latum. Kehamilan paling sering terjadi di dalam ampulla tubae. Implantasi telur dapat bersifat columer ialah pada puncak lipatan selaput tuba atau intercolumner ialah antara lipatan selaput ledir.
Setelah telur menembus epitel, maka pada implantasi intercolumner telur masuk ke dalam lapisan otot tuba karena tidak desidua, pada implantasi columner telur terletak dalam lipatan selaput lendir.
Walaupun kehamilan terjadi diluar rahim, rahim membesar juga karena hypertrofi dari otot-ototnya disebabkan pengaru hormon-hormon yang dihasilkan trofoblas, begitu pula endometriumnya berubah mmenjadi desidua vera.
Perkembangan kehamilan tuba: kehamilan tuba biasanya tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada mingu ke6 hingga minggu ke 12, yang paling sering antara miggu ke6 sampai minggu ke8.
2.      Kehamilan interstisiil
Implantasi telur terjadi dalam pars interstitialis tube. Karena lapisan myometriu disini leih tebal maka ruptur terjadi leih lambat kira-kira pada buan ke 3 atau ke 4. Jika terjadi ruptur maka akan meyebabkan perdarahan hebat karena tempat ini banyak pembuluh darahnya sehingga dalam waktu yang singkat dapat menyebabkan kematian.
3.      Kehamilan abdominal
Menurut perpustakaan kehamilan abdominal jarang terjadi kira-kira 1 diantara 1500 kehamilan. Kehamilan abdominal dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
a.       Kehamilan abdominal primer, dimana telur dari awal mengadakan implantasi dalam rongga perut.
b.      Kehamilan abdominal sekunder, yang asalnya kehamilan tuba dan setelah ruptur baru menjadi kehamilan abdominal.
Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder, maka biasanya plasenta terdapat pada daerah tub, permukaan belakang rahim dan ligamentum latum.
Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan, hal ini jarang terjadi yang lazim ialah bahwajanin mati sebelum tercapai maturnitas (bulan ke 5 atau ke 6) karena pengambilan makanan kurang sempurna.Untuk janin yang sampai  cukup bulan, prognosanya kurang baik banyak yang mati setelah dilahirkan dan juga dikatakan bahwa banyak kelainan kongenital.
Jika kehamilan sampai terjadi aterm, maka akan timbul his artinya pasien akan merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa. Tetapi jika diperiksa secara telit, tumor yang mengandung anak tidak mengeras. Pada pemeriksaan dala ternyata tidak pembesaran pembukaan mungkin hanay 1-2 jari dan cervix tidak merata, jika jari pemeriksa masuk kedalam cavum uteri maka teraba cavum uterus yang kosong. Jika pada keadaan ini tdak segera di tolong dengan laparotomi maka anak akhirnya akan meninggal.

4.      Kehamilan ovarial
Jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada hamil muda. Untuk mediagnosia kehamilan ovarialharus dipenuhi krteria dari spiegelberg.
5.      Kehamilan cervical
Kehamilan jarang sekali terjadi. Nidasi terjadi dalam selaput lendir serviks. Dengan tumbuhnya telur, cervix menggembung. Kehamilan cervix biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat yang memakasa keguguran.
Plasenta sukar dilepaskan dan pelepasn plasenta menimbulkan perdaraha hebat hingga cervix perlu ditampon atau kalau ini tidak menolong dilakukan hysterektomi.

III.             Tanda dan Gejala
Tanda gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya kehamilan tersebut. alat terpenting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kehamilan ketopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombanasi dengan ultrasonografi. Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai penanganan.

Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik terganggu
·         Gejala kehamilan awala (flek atau perdarahan yang ireguler, mual, pembesaran payudara, perubahan warna pada vagina dan serviks, perlunakan serviks, pembesaran uterus, frekuensi buang air kecil yang meningkat.
·         Nyeri pada abdomen dan pelvis
·         Kolaps dan kelelahan
·         Denyut nadi cepat dan lemah (110x/menit atau lebih)
·         Hipotensi
·         Hipovolemia
·         Abdomen akut dan nyeri pelvis
·         Distensi abdomen
·         Nyeri lepas
·         Pucat

Gambaran klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenora, nyeri abdomen bagan bawah dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umunya mendahului keluhan perdarahan pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya darah di rongga abdomen. Adanya darah di rongga perut menyebabkann iritasi subdafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu dan kadang terjadi sinkop. Periode amenorea umunya 6-8 minggu, tetapi dapat lebih jika implantasi terjadi di pars interstisial atau kehamilan abdominal. Pemeriksaan klinik ditandai dengan hipotensi bahkan sampai syok, takikardi dan gejala peritonism seperti distensi abdomen dan rebound tenderness.
Pada pemeriksaan bimanual ditemukan nyeri saat porsio digerakan, forniks posterior vagina menonjol karena darah terkumpul di cavum douglas atau teraba massa disalah satu sisi uterus.
Gejala klinik subakut
Setelah fase amenorea yang singkat, pasien mengeluh adanya perdarhaan pervaginam dan nyei perut bagian bawah yang berulang. Diagnosa kehamilan ektopik subakut akan sulit untuk ditegakan kaena keadaan tersebut kadang sulit dibedakan dengan abortus iminens atau abortus inkomplit, salpingitis akut atau apendisitis dan kista ovarium yang mengalami pecah dan perdarahan.
Kadar HB akan turun karena peradarahan di rongga abdomen, tetapi kadar leokosit umunya normal atau sedikit meningkat. Hasil negatif pada pengukuran HCG akan menyingkirkan kehamilan ektopikdengan spesifisitas lebih 99%. Pengukuran HCG bersamaan dengan pemeriksaan USG dapat membantu untuk membedakan abortus dan kehamilan ektopik.

IV.             Etiologi / Faktor Penyebab
      Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi mudah di mengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi terjadi di luar kavum uteri atau di luar endometrium, maka terjadilah kehamilan ektopik. Dengan demikian, factor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Factor-faktor yang di sebutkan sebagai berikut :
·  Factor Tuba
Adanya peradangan atau infeksi pada tuba menyebabkan lumen tuba menyempit atau buntu.
Keadaan uterus yang mengalami hypoplasia dan slauran tuba yang berkelok-kelok panjang dapat menyebabkan fungsi silia tuba tidak berfungsi dengan baik. Juga pada keadaan pasca operasi rekanalisasi tuba dapat merupakan predisposisi terjadinya kehamilan ektopik.
Factor tuba yang lain ialah adanya kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat konginental.
Adanya tumor di sekitsr sluran tuba, misalnya mioma uteri atau tumor ovarium yang menyebabkan perubahan bentuk dan potensi tuba, juga dapat menjadi etiologi kehamilan ektopik.
·  Faktor abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan tersendat dalam perjalanan pada sat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh di saluran tuba.
·  Factor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan di tangkap oleh tuba yang kontralateral, dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
·  Factor hormonal
Pada akseptor, pil KB yang hanya mengandung progesteron dapat mengakibatkan gerakan tuba melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.




·  Factor lain
Termasuk di sini antara lain adalah pemakai IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium dan endosapling dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik. Factor umur penderita yang suidah menua dan factor perokok juga sering di hubungkan dengan terjadinya kehamilan ektopik.

V.                Dampak / Komplikasi bagi ibu dan janin

Komplikasi potensial yang mungkin terjadi dan biasanya terjadi adalah ruptur tuba. Aksi erosif dari trofoblas dapat menyebabkan kekacauan dinding tuba secara mendadak, ruptur mungkin paling sering terjadi bila kehamilan berimplantasi pada pars ismikus tuba yang sempit. Ekspulsi hasil gestasi dari pars ampularis tuba ke cavum peritoneum disebut abortus tuba. Keadaan ini dapat menimbulkan hematokel pelvis. Reaksi peradangan lokal dan infeksi sekunder dapat perkembangan dalam jaringan yang berdekatan dengan bekuan darah yang berkumpul. Perdarahan yang terjadi pada ibu dapat mempengaruhi oksigenasi pada bayi (hipoksia) bahkan dapat menyebabkan kematian bayi.

VI.             Patofisiologi
Pada awal proses kehamilan apabila embrio tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuha embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk berikut ini.
·       Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi.
Pada implanttasi secara kolumner, ovum yang di buahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
·         Abortus ke dalam lumen tuba. ( abortus tubaria )
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, bergantung pada derajat perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya di keluarkan dalam lumen tuba dan kemudian di dorong oleh darah ke arah ostium tuba pars abdominalis. Frekuensi abortus dalam tuba bergantung pada implantasi telur yang di buahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis., sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kea rah peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini di sebabkan oleh lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlansung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglasi dan akan membentuk hematokel retrouterina.
·      Rupture dinding tuba.
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya, rupture pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, rupture sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karenatekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah ligamentum itu. Jika janin hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan tuba kecil, perdarhan terjadi tanpa hasil konsepsi di keluarkan dari tuba. Perdarahan dapat berlangsung terus sehingga penderita akan cepat jatuh dalam keadaan anemia atau syok eleh karena hemoragia. Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum Douglasi yang makin lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen. Bila penderita tidak di operasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang di derita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar, kelak dapat di ubah menjadi litopedion.
Janin yang di keluarkan dari tuba dengan masih di selubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga akan terjadi kehamilan sekunder abnormal. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus.

VII.          Bagan / pohon masalah (Web Of Caution)



VIII.       Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan harus dengan kolaborasi oleh dokter Obgyn. Kewenangan bidan hanya pada:
1.       Mendiagnosa secara dini kehamilan ektopik
2.      Melakukan stabilisasi keadaan umum ibu
3.      Melakukan KIE kepada ibu dan keluarga mengenai KET
4.      Inform consent MRS
5.      Persiapan laparotomi ataupun tindakan yang diperlukan lainnya.
6.      Konseling pasca tindakan
- Kelanjutan fungsi reproduksi
- Risiko hamil ektopik ulangan
- Kontrasepsi yang sesuai
- Asuhan mandiri selama di rumah
- Jadual kunjungan ulang

Tindakan yang akan diambil oleh seorang dokter juga berdasar atas beberapa hal, yaitu:
a.       Usia ibu
b.      Paritas
c.       Banyaknya anak
d.      Usia anak yang hidup
Tindakan yang mungkin dilakukan oleh seorang dokter berupa pembedahan , yaitu:
1.      Laparootomi
Tindakan ini dilakukan untuk pertolongan pada rupture tuba. Hal ini dengan cara salpingotomi. Hal ini dilakukan jika hasil konsepsi masih berada di tuba, masih memungkinkan untuk mempertahankan tuba dengan mengeluarkan produk konsepsi dan melakukan rekontruksi tuba. Hal ini terutama dilakukan bila tuba kontralateral rusak atau tidak. Sekitar 6% kasus membutuhkan pembedahan ulang atau pengobatan bila jaringan trofoblas masih tertinggal.
2.      Laparoektomi
Tindakan ini dilakukan dengan cara mengangkat tuba falopii yang sudah rupture ataupun abortus tuba. Hal ini dilakukan jika usia ibu sudah >40 tahun, paritas sudah banyak, usia anak dan banyak anak cukup. Pembedahan ini dilakukan jika tuba mengalami kerusakan hebat atau tuba kontralateran baik. Jka implantasi terjadi di pars instertisial, mungkin dapat dilakukan reseksi kornu uterus.

Kesempatan hamil intrauterine untuk kedua tindakan tersebut menunjukan angka yang sama, walapun resiko kehamilan berulang lebih besar pada tindakan salpingotomi. Salpingektomi merupakan pilihan terutama bila tuba rupture, mengurangi perdarahan, dan operasi lebih singkat. Kedua tindakan tersebut dapat dilakukan laparotomi ataupun laparoskopi.

Penanganan Kehamilan Ektopik Terganggu:
1.      Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan operatif gawat darurat.
2.      Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan tindakan operatif karena sumber perdarahan harus segera di hentikan.
3.      Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama ) atau 2 L dalam 2 jam pertama ( termasuk selama tindakan berlangsung )
4.      Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini :
- Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat pengisap dan wadah penampung yang steril.
- Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukkan kedalam kantung darah ( blood bag ). Apabila kantung darah tidak tersedia, masukkan dalam botol bekas cairan infus ( yang baru terpakai dan bersih ) dengan di berikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
- transfusikan darah melalui slang tranfusi yang mempunyai saringan pada bagian tabung tetesan.
5.      Tindakan pada tuba dapat berupa :
-Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung hasil konsepsi.
- Salpingektomi ( hanya dilakukan sebagai upaya konservasi dimana tuba tersebut merupakan salah satu yang masih ada ) yaitu menhgeluarkan hasil konsepsi pada satu segman tuba kemudian di ikuti dengan reparasi bagian tersebut. Resiko tindakan ini adalah control perdarahan yang kurang sempurna atau rekurensi ( hamil ektopik ulangan )
6.    Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi tuba yang di sebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien di beri antibiotika kombinasi atau tunggal dengan spectrum yang luas.
7.      Untuk kendali nyeri pasca tindakan dapat di berikan :
- Ketoprofen 100 mg supositoria
- Tramadol 200 mg IV
- Pethidin 50 mg IV ( siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas ).
8.      Atasi anemia dengan tablet besi ( SF ) 600 mg per hari.
9.      Konseling pasca tindakan
- Kelanjutan fungsi reproduksi
- Risiko hamil ektopik ulangan
- Kontrasepsi yang sesuai
- Asuhan mandiri selama di rumah
- Jadwal kunjungan ulang
BAB 3

                                             KONSEP ASKEB TEORI

A.    Data Subjektif
1.      Biodata (usia ibu tidak boleh hamil atau melahirkan usia > 40 tahun )
2.      Keluhan utama
Ibu amenorea 6 minggu, tiba-tiba dari kemaluan mengeluarkan darah sedikit, ada nyeri perut.
3.      Riwayat penyakit
Pada ibu dengan gonore menyebabkan infeksi dapat naik ke tuba falopii sehingga menyebabkan salpingitis akut hal ini menyebabkan perlekatan tuba.
4.      Riwayat menstruasi
Siklus haid normal yang terakhir kemungkinan besar terjadi 6 minggu sebelum mulai timbul nyeri perut dan bercak darah pervaginam.
5.      Riwayat obstetri
Ibu pernah mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan sebelumnya, paritas, usia anak, banyak anak hidup
6.      Riwayat KB
Ibu merupakan akseptor pil KB progesteron sehingga mengakibatkan gerakan tuba melambat.

B.     Data Objektif
Keadaan umum: lemah
Kesadaran : Apatis (kesadaran menurun)
TTV : TD : < 90 / 60 mmHg ( hipotensi )
            N  : > 120 x/ menit (takikardi)
            S   : 36,5 – 37,5 ° C
            Rr : 16-20 x/ menit
Wajah : Pucat, tidak edema
Mata    : konjungtiva pucat, sklera putih
Mulut  : bibir pucat, kering, stomatitis -, caries gigi –
Leher     : tidak ada perbesran vena jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjar limfe dan tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid
Dada : payudara simetris, hiperpigmentasi areola dan papila mamae, retraksi - ,
Pulmo :tidak ada wezing / ronkhi
Kardio : tidak ada gangguan jantung, S1/S2 tunggal
Perut : Adanya distensi abdomen,teraba keras seperti papan, adanya nyeri tekan dan nyeri lepas pada perut bagian bawah, bising  usus menurun.  
V/V : tidak odema, tidak ada varises,perdarahan pervaginam sedikit, tidak ada tanda-tanda PMS
VT : Pembukaan 2 jari dan servik tidak merata, kavum uteri teraba kosong, nyeri goyang pada portio, dan nyeri tekan pada panggul bagian adneksa, teraba masa pada cavum douglas.
Laboratorium : HB : 10 gr ( anemia ringan )
                         Leukosit : >15.000 LED
                         HCG : +
             USG : adanya gambaran cairan bebas intraperitonia, cavum uteri tampak kosong, adanya genangan cairan di cavum douglas.
C.     Analisa
Diagnosis : G...P...hamil, UK...minggu dengan kehamilan ektopik terganggu
Dx       :Ruptura tuba atau abortus tuba, syok hipovolumik.
Masalah: Anemia resiko kehilangan, nyeri, resiko infeksi, ansietas, dehidrasi.
D.    Penatalaksanaan
1.      Melakukan konseling kepada ibu mengenai keadaan dan menganjurkan ibu untuk masuk Rumah Sakit.
2.      Inform consent kepada ibu untuk dilakukannya tindakan selanjutnya guna mengembalikan kestabilan keadaan ibu.
3.      Rehidrasi dengan memasang infuse guna memperbaiki keadaan umum ibu.
4.      Kolaborasi laboratorium dalam melakukan pemeriksaan darah guna mengetahui kadar hemoglobin darah ibu.
5.      Persiapan laparotomi dengan cara melakukan Konseling Informasi dan Edukasi tentang proses laparotomi, menstabilkan tanda-tanda vital ibu serta mengurangi rasa cemas ibu.
BAB 4
Kesimpulan
Kehamilan Ektopik adalah kehamilan dimana setelah fertilisasi, implantasi terjadi diluar endometrium kavum uteri. Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi dituba uterina. Kehamilan ektopik dapat terjadi abortus atau rupture apabila massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang imlantasi. Kehamilan ektopik dibedakan menjadi 4, yaitu: Kehamilan tuba, Kehamilan interstisiil, Kehamilan abdominal, Kehamilan ovarial dan Kehamilan cervical. Penyebab kehamilan ektopik sebagai berikut :Factor Tuba,  Faktor abnormalitas dari zigot, Factor ovarium, Factor hormonal dan Factor lain
Gambaran klasik kehamilan ektopik adalah adanya riwayat amenora, nyeri abdomen bagan bawah dan perdarahan dari uterus. Nyeri abdomen umunya mendahului keluhan perdarahan pervaginam, biasanya dimulai dari salah satu sisi abdomen bawah, dan dengan cepat menyebar ke seluruh abdomen yang disebabkan oleh terkumpulnya darah di rongga abdomen. Adanya darah di rongga perut menyebabkann iritasi subdafragma yang ditandai dengan nyeri pada bahu dan kadang terjadi sinkop.
Komplikasi potensial yang mungkin terjadi dan biasanya terjadi adalah ruptur tuba dan abrtus tuba. Penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah melakukan penanganan awal kemudian auto transfusi dilanjutkan dengan penanganan selanjutnya.




Daftar Pustaka
Bari Saifuddin Abdul. (2010).Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta .PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Bari Saifuddin Abdul. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiroharjo.Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.